Setidaknya itulah yang aku rasakan, tentang arti menjadi seorang ibu. Mengapa pejuang, mulai dari tau jika ia akan mengandung. Seorang ibu sudah mulai mencurahkan segala perhatian, perlindungan, dan hidupnya untuk si calon bayi. Setiap pola makanan, perkataan, bahkan lonjakan saat dikendaraanpun yang ada difikirannya adalah tentang “apakah bayiku tidak apa-apa jika begini?”.
Saat trismester pertama, nafsu makan hilang, vertigo, bahkan tak jarang serasa mau pingsan. Namun demi pertumbuhan sang calon bayi harus cukup makan walaupun sering muntah setelahnya. Trismester ketiga dimana perut udah mulai besar, kram tiap malam, sulit tidur, dan keluhan lain namun harus bangun pagi harinya untuk jalan kaki dan olahraga ringan, mempersiapkan fisik saat melahirkan.
Saat melahirkan pun tiba…, dan seorang ibu muda mungkin akan merasa lega karna penantian panjang dan kelelahan panjang akan membuahkan hasil. Namun perjuangan saat melahirkan ini.., sakitnya, tak mampu untuk bisa diurai dengan kata-kata karna teramat sakit.
Akhirnya bayi mungil itu lahir, seorang ibu yang tadinya masih merasakan sakit, sesaat melihat bayi entah bagaimana rasa sakit itu sirna, benar benar sirna bahkan lupa, bagaimana rasanya. Selesaikah perjuangan sang ibu sampai disini??
Asi yang tidak lancar keluar, akan dibantu oleh perawat atau dokter untuk “melancarkannya”, dan perihnya, jangan ditanya. Aku teringat hingga kini sangking prihnya mata dan hidungku berair. Akhirnya ASI lancar. Sudahkah selesai perjuagan sang ibu???
Bayi yang baru lahir nga kenal waktu dan setiap dua jam harus disusui, kurang tidur?? Ya pasti, tapi masih bisa istirahat disela-sela waktu menyusui. Tapi tidak, karna setelah menyusu sang bayi, pipis lalu sang ibu menganti popok dan menganti serta membersihkan alas tidur bayinya, sesaat kemudian sang bayi pup dan sang ibu menganti popok lagi dan menganti serta membersihkan alas tidur bayinya. Baru sesaat sang ibu tertidur bayi tercinta sudah menyapa….
Masih ada lagi nga???
Bayangkan tentang bayi kolik, yang sepanjang malam, mulai sore hingga pagi menjelang hampir selalu menagis histeris tanpa tau penyebabnya. Sang ibu yang kurang tidur harus menggendong, membuai bayinya sepanjang malam hingga pagi dan terkadang lupa makan. Air mata sang ibu tak jarang tumpah mendengar pekikan kesakitan sang bayi. Air mata itu bercampur diantara kekhawatiran akan sang bayi dan keletihan yang sangat….
Sendirian, seorang ibu mengasuh anaknya, sendirian ia begadang, dalam keletihan ia mengendong dan membuai sang bayi, di kegelapan malam ia bernyanyi berusaha menenangkan si bayi agar bisa tidur, di kesunyian malam ia menangis, masihkah ada yang lebih berat dari ini……
Pantaslah surge di bawah telapak kali ibu. Dan kelak dengan ketabahan perjuangan ini akan berbuah manis, insya Allah…..