Powered By Blogger

Rabu, 29 Agustus 2012

Menjadi ibu adalah menjadi pejuang


Setidaknya itulah yang aku rasakan, tentang arti menjadi seorang ibu. Mengapa pejuang, mulai dari tau jika ia akan mengandung. Seorang ibu sudah mulai mencurahkan segala perhatian, perlindungan, dan hidupnya untuk si calon bayi.  Setiap pola makanan, perkataan, bahkan lonjakan saat dikendaraanpun yang ada difikirannya adalah tentang “apakah bayiku tidak apa-apa jika begini?”.

Saat trismester pertama, nafsu makan hilang, vertigo, bahkan tak jarang serasa mau pingsan. Namun demi pertumbuhan sang calon bayi harus cukup makan walaupun sering muntah setelahnya. Trismester ketiga dimana perut udah mulai besar, kram tiap malam, sulit tidur, dan keluhan lain namun harus bangun pagi harinya untuk jalan kaki dan olahraga ringan, mempersiapkan fisik saat melahirkan. 

Saat melahirkan pun tiba…, dan seorang ibu muda mungkin akan merasa lega karna penantian panjang dan kelelahan panjang akan membuahkan hasil. Namun perjuangan saat melahirkan ini.., sakitnya, tak mampu untuk bisa diurai dengan kata-kata karna teramat sakit. 

Akhirnya bayi mungil itu lahir, seorang ibu yang tadinya masih merasakan sakit, sesaat melihat bayi entah bagaimana rasa sakit itu sirna, benar benar sirna bahkan lupa, bagaimana rasanya. Selesaikah perjuangan sang ibu sampai disini??

Asi yang tidak lancar keluar, akan dibantu oleh perawat atau dokter untuk “melancarkannya”, dan perihnya, jangan ditanya. Aku teringat hingga kini sangking prihnya mata dan hidungku berair. Akhirnya ASI lancar. Sudahkah selesai perjuagan sang ibu??? 

Bayi yang baru lahir nga kenal waktu dan setiap dua jam harus disusui, kurang tidur?? Ya pasti, tapi masih bisa istirahat disela-sela waktu menyusui. Tapi tidak, karna setelah menyusu sang bayi, pipis lalu sang ibu menganti popok dan menganti serta membersihkan alas tidur bayinya, sesaat kemudian sang bayi pup dan sang ibu menganti popok lagi dan menganti serta membersihkan alas tidur bayinya. Baru sesaat sang ibu tertidur bayi tercinta sudah menyapa….

Masih ada lagi nga???
Bayangkan tentang bayi kolik, yang sepanjang malam, mulai sore hingga pagi menjelang hampir selalu menagis histeris tanpa tau penyebabnya. Sang ibu yang kurang tidur harus menggendong, membuai bayinya sepanjang malam hingga pagi dan terkadang lupa makan. Air mata sang ibu tak jarang tumpah mendengar pekikan kesakitan sang bayi. Air mata itu bercampur diantara kekhawatiran akan sang bayi dan keletihan yang sangat….

Sendirian, seorang ibu mengasuh anaknya, sendirian ia begadang, dalam keletihan ia mengendong dan membuai sang bayi, di kegelapan malam ia bernyanyi berusaha menenangkan si bayi agar bisa tidur, di kesunyian malam ia menangis, masihkah ada yang lebih berat dari ini……

Pantaslah surge di bawah telapak kali ibu. Dan kelak dengan ketabahan perjuangan ini akan berbuah manis, insya Allah…..

Jumat, 10 Agustus 2012

Quo Vadis Surat rekomku?

Berhubung suami bekerja di Padang, jadi aku mencoba untuk mengurus pindah tugas dengan alasan ikut suami. Suamiku dengan susah paying akhirnya berhasil mendapatkan kantor yang mau mengadobsiku (kasihannya nasib anak pungut ini hehe). Tepatnya di Satker PKPAM Kementrian PU masih membutuhkan orang dengan bidangku yang berlatar belakang Teknik Lingkungan, senangnya,,,. 

Surat itupun dikirim ke tempat kerjaku yang sekarang. Kepala BLH tempat aku bekerjapun telah mengeluarkan rekom yang menyetujui kepindahanku, dan meneruskan wewenang selanjutnya ke BKD. Nah di BKD suratku ngandat, ada-ada saja alasan mengapa rekom masih belum dikeluarkan. Padahal sudah hampir 4 bulan dari surat yang dikirim BLH, rekom itu masih juga belum keluar.

Akhirnya kamipun ke Rengat, Kota tempat kerjaku. Setelah suami bernegosiasi (kayak jualbeli aja ya), akhirnya mereka menjanjikan seminggu lagi rekomnya keluar. Benar, belum seminggu kalo nga salah rekom di kirim ke Padang. 

Ternyata oh ternyata.., masih belum putus masalahnya. Karena aku pindah ke instansi yang vertical, jadi rekom itu dikeluarkan oleh Gubernur. Nah ternyata surat rekom yang kami dapat itu hanya surat tembusan untuk pusat, hiks. Ntah bagaimana nasib rekom itu dikantor gubernur nanti jika tidak ada yang mengawal. Quo Vadis Surat rekomku? Kemana, kemana,  kemana!

Kamis, 09 Agustus 2012

His name is Today

Sepulangnya dari rumah sakit setelah melahirkan hanif, kami dapat tas yang di dalamnya ada buku Baby Diary dari Nutricia. Buku itu berisi gambar dan ruang kosong yang di isi oleh ayah atau ibu selama perkembangan pada masa bayi hingga masa balita. 

Sayangnya aku nga rutin mengisinya, lantaran hanif kolik waktu jaganya lebih banyak, sehingga saat hanif tidur akupun bisa istirahat juga. Namun ada yang menarik dari buku ini. Dibagian belakang buku ada sebuah puisi dari pemenang nobel kategori puisi untuk anak, Gabriela Mistral.

Puisi ini memberikan peringatan bahwa mulai sejak Hanif lahir, dialah yang terpenting dalam hidupku di atas ambisi, cita-cita, atau keinginan apapun. Islampun mengatakan bahwa anak adalah amanah dan amalan jahiriyah yang tertinggal setelah kita tiada.

Puisi ini membuatku tersadar untuk menata kembali prioritas hidupku.





His Name is Today
“We are guilty of many errors and many
faults,
But our worst crime is abandoning the
children,
Neglecting the fountain of life.
Many of the things we need can wait,
The child cannot wait.
Right now is the time his bones are being
formed,
His blood is being made,
And his senses are being developed.
To him we cannot answer ‘tomorrow’
His name is Today.

Gabriela Mistral
Nobel  Prize  Winning  Poet  from  Chile

Selasa, 07 Agustus 2012

Nyamuk nakal

Perumahan yang kami tempati saat ini adalah daerah urban, jauh dari kota padangnya dan masih banyak semak belukar yang belum ditunggui/diberdayakan. Bahkan bisa dikatakan tanah kosong di seberang rumah kami hampir mirip hutan karena dari semak belukar itu kadang orang yang lewat sering menjerit karena melihat ular, hi… serem. 

Di semak belukar itu ada genangan air besar sepertinya anak sungai yang alirannya tertutup sampah. Selain semak belukar daerah itu juga dijadikan TPA (tempat pembuangan akhir) sampah. Sehinnga bisa dibayangkan segala macam insecta bisa ditemukan dirumah, terutama nyamuk.

Kelambu portable
Nyamuk disini kalo mengigit rasanya prih dikulit, abis itu efek gigitannya menimbulkan rasa gatal yang gatal amat. Nakal sekali nyamuk kampung ini. Duduk saja di ruangan tengah sambil ngetik ini aja udah berseliweran nyamuk yang tau-tau udah bikin kulit gatal dan tentunya sangat mengganggu konsentrasi. Jumlahnya banyak, banyak sekali. Alhamdulillah kami pakai kelambu, jadi hanif bisa tidur nyenyak. Mulai menjelang magrib hingga pagi hari nyamuk udah mulai show timenya.

Sepertinya Pemko Padang harus memperhatikan ini, Dinas Tata Kota ???. Kemana masyarakat di sini harus membuang sampah jika tidak ada TPS atau mobil atau becak yang mestinya disediakan untuk itu?!. Perangkat Desa/Kelurahan atau pemuka masyarakat di sini nga ada inisiatif untuk mencari alternative tempat pembuangan akhir sampah yang jauh dari pemukiman atau bikin sistem pengolahan komunal.

Selain dibuang ke semak belukar, masyarakat  juga senang membakar sampah. Hampir tiap hari ada saja yang membakar sampah. padahal sampah yang dibakar bisa mengganggu kesehatan. Asap dari sampah itu mengandung CO, CO2, partikulat matter, bahkan Dioxin yang bersifat karsinogen. Ya, mungkin karena nga tau atau nga ada pilihan lain, selain buang dan bakar. 

Karena lambat laun ini akan jadi boomerang. Bukan hanya nyamuk yang akan menggangu tapi juga berbagai penyakit akibat tumpukan sampah itu nantinya. Kita selalu berfikir kuratif dibanding preventif. kalo udah jadi musibah, penyakit, wabah, baru deh heboh....

Ntar kalo ada waktu pingin cerita ke Pak RT tentang isu ini, walaupun kami sebenarnya nga tinggal lama disini. But now, it’s our problem…